Para siswa tampak serius menekuri bacaan di
hadapan. Halaman demi halaman bacaan dibuka. Sepasang bola mata mereka ikut
berpindah dari deret ke deret huruf yang ada. Sesekali raut wajah mereka
menyiratkan senyum gemas. Sesekali pula merenggut. Atau bahkan tampak durjana
alias nelangsa.
Demikianlah sepintas aktivitas yang dilakukan peserta didik dalam program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) yang diadakan oleh SMPN Satap Tapobali, pagi tadi di sekolah pelosok ini. Selesai senam bersama, para siswa dibimbing guru-guru untuk masuk ke kelas masing-masing guna mengikuti GLS.
Sebagai pembimbing, guru-guru di sekolah ini tak tinggal diam. Mereka terlibat menyukseskan program mingguan ini. Dengan cara, mendata sekaligus membagikan bahan bacaan kepada tiap-tiap siswa. Entah itu buku kumpulan puisi, kumpulan cerpen, novel, maupun majalah. Selanjutnya, guru-guru ini menjaga proses literasi ini sampai selesai.
Ketuntasan program sekali dalam seminggu ini ditandai dengan para siswa menulis resume begitu usai membaca kisaran 60 menit. Adapun resume ini akan ditempel di mading sebagai portofolio psikomotorik siswa dan dikonsumsi umum.
Meski baru kali pertama, program GLS ini diikuti dengan penuh antusias oleh para siswa maupun guru. Salah satu indikatornya adalah para siswa dan guru membawa bahan bacaan dari rumah dan membagikan kepada siswa secara random. Agar, siswa bisa membaca buku-buku milik teman atau guru yang lain.
Sempat saya amati, beberapa siswa yang biasanya gemar gaduh, serius mengikuti program ini. Bahkan serius menulis resume. Jujur, bukankah kegiatan membaca dan menulis kian hari kian angker di mata para pelajar? Moga-moga program semacam ini dapat berjalan terus demi peningkatan kualitas personal siswa.***
Sumber Tulisan : Pion Ratuloly (Staf Pengajar pada SMPN Satu Atap Tapobali- Adonara)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar