Kamis, 31 Agustus 2017

Danau Waibelen Mulai Ramai Dikunjungi (Destinasi Baru Foto Model dan Prewedding)


Danau Waibelen yang berlokasi di Riangpuho, Desa Waibao Kecamatan Tanjung Bunga Kabupaten Flores Timur, saat ini mulai ramai dikunjungi. Warga Kota Larantuka dan sekitarnya, setelah mengikuti informasi di media sosial berbondong – bondong mengunjungi Danau Waibelen. Sebagian warga datang ke Danau Waibelen karena penasaran. 

            Rata – rataa pengunjung yang datang menggunakan kendaraan roda dua, mobil pick up dan sebagian kecil menggunakan mobil kijang milik pribadi. Selain menikmati keindahan Danau Waibelen, pengunjung memanfaatkan fasilitas- fasilitas penunjang objek wisata Danau Waibelen seperti Rumah Pohon, jembatan kayu, dan pondok ceruk untuk foto dan selfi.
            Serly Djami, Erdy, Tibek, Irwan, Riky, Paten, Sony, Rian, elen warga Kelurahan Sarotari Timur Kota Larantuka punya kesan tersendiri saat berkunjung ke Danau berwarna hijau toska ini, Rabu (30/8/17). Menurut penuturan Serly Djami, mereka ke Danau Waibelen karena penasaran setelah melihat postingan facebook dari Ashari Hanafi, Muhammad Soleh Kadir dan Maksimus Masan Kian (Pengurus Agupena Flores Timur) di akun facebooknya, Minggu (27/8/17) tentang keindahan Danau Waibelen dan fasilitas fasilitas tambahan yangh disiapkan di Danau Waibelen. “Kedatangan kami di Danau Waibelen berawal dari rasa penasaran setelah melihat foto – foto yang dipublikasikan  Pengurus Agupena Flotim melalui facebook. Rasa penasaran juga lebih pada adanya beberapa fasilitas di danau seperti rumah pohon, pondok ceruk dan jembatan kayu, dan sampan yang disiapkan untuk mengelilingi Danau Waibelen. Kami rombongan dari Kelurahan Sarotari Timur. Datang di tempat ini menggunakan mobil dan motor. Selain menikmati keindahannya, sekalian  foto untuk kenang –kenangan. 

            Saat diwawancarai kabarflotim, tentang bagaimana perasaannya berada di Danau Waibelen, Serly Djami mengaku sangat senang. “Jujur, ini pengalaman pertama saya datang di Danau Waibelen,dan sangat menyenangkan. Danaunya masih asli, warnanya sangat unik, dan rumah pohon menjadi ikon yang sangat menarik untuk bisa menikmati secara penuh keindahan Danau Waibelen, dari ketinggian sambil mengambil foto. Gemericik air danau dan bunyi burung- burung hutan di sekitar danau seakan menambah suasana alami. Walau yang mengelilinginya adalah hutan, namun di tengah – tengah bagaikan mutiara di ujung tanjung memberi warna dan keindahan khas sebagai salah satu objek wisata di Flores Timur, ‘tutur Serly.

Joddy Felix, anggota Larantuka Photography (Larpha) mengatakan, Danau Waibelen sangat cocok untuk  foto model dan preweding karena identik dengan asmara. “ Danau Waibelen sangat cocok untuk  foto model dan preweding karena identik dengan asmara .Lebih dari itu, jembatan kayu dan pondok ceruk yang natural sangat bagus untuk background model dan prewedding. Apalagi sampan yang alami (tanpa cat) memberi kesan natural tapi romantis. Warga Flores Timur, diharapkan untuk terus mempromosikan Danau Waibelen sebagai salah satu destinasi baru wisata di Kabupaten Flores Timur,”kata Joddy.      ( Maksimus Masan Kian)


Rabu, 30 Agustus 2017

“Pondok Ceruk” dengan Nuansa Asmara (Di Danau Waibelen Riangpuho)



Satu lagi fasilitas yang disiapkan di objek wisata Danau Waibelen yang menambah indahnya danau dengan warna hijau toska ini adalah “Pondok Ceruk”. Pondok dengan nuansa asmara, dibangun sejak pertengahan Juni 2017 oleh Kondradus Kosa Brinu. Terletak persis di bibir Danau Waibelen, Desa Waibao, Kecamatan Flores Timur (Flotim). 

            Kons sapaan Kondradus Brinu terinspirasi untuk membuat ‘Pondok Ceruk” setelah rumah pohon yang pertama dibangun, dan ramai dikunjungi oleh wisatawan. Pondok dengan ketinggian sekitar 10 meter dari dasar danau ini dibuat dengan menggunakan beberapa kayu hutan dan belahan bambu. Kuasnya lebih kurang lebih 35m. Didalamnya tersedia dua buah bale- bale yang digunakan untuk duduk beristirahat sambil memandang keindahan danau, berfoto dan selfi, termasuk dapat digunakan sebagai pengganti meja untuk menikmati makanan ringan atau santap siang bersama pasangan atau keluarga.
            Setiap wisatawan yang ingin sampai ke  “Pondok Ceruk” atau menuju ke danau dan melihat secara dekat, perlu menuruni jalan semenisasi lebih kurang 500 meter dengan sedikit jalan berbatu yang cukup curam sebelum menembus hutan kecil di tepi danau.Semilir angin yang membuai setiap wisatawan tak membuat mereka mengeluh lelah. 
                                 (Kondradus Kosa Brinu, Penggagas "Pondok Ceruk" Waibelen)

            Untuk akses ke dalam “Pondok Ceruk” wisatawan akan melewati jalan kayu yang terhubung dengan pondok. Kons Penggagas “Pondok Ceruk”  selalu setia menyambut, mengantar dan menemani setiap wisatawan yang memanfaatkan “Pondok Ceruk” untuk berekreasi. Pemuda Riangpuho, Desa Waibao yang tidak tamat SD ini, nampak bersahabat dengan siapa saja yang datang berwisata di Danau Waibelen. Ia berharap, bagi siapa saja yang datang di Danau Waibelen terkhusus lagi yang memanfaatkan “Pondok Ceruk” dapat meneruskan informasi kepada wisatawan yang lain untuk berkunjung ke Danau Waibelen. “Saya tidak meminta lebih dari setiap pengunjung yang datang. Tarif yang kami kenakan bagi pengunjung yang memanfaatkan “Pondok Ceruk”, hanya Rp.5000. Sementara bagi pengunjung yang meggunakan sampan untuk berkeliling di danau, kami juga memasang tarif Rp.5000. Namun, tarif ini tidak otomatis. Jika pengunjung tidak memiliki uang yang cukup sesuai tarif yang kami tetapkan, bisa menyumbang saja secara sukarela. Saya hanya minta tolong sebarkan informasi kepada siapa saja baik yang ada di Flores Timur maupun di luar Flores Timur untuk datang dan berekreasi di Danau Waibelen. Kita jadikan Danau Waibelen sebagai salah satu objek wisata di Flotim yang dapat dikenal secara nasional dan bahkan mendunia, “kata Kons.

            Kons Brinu setiap hari selalu berada di danau. Ia dibantu beberapa orang muda yang setiap pagi sebelum pengunjung datang, melakukan pembersihan di sekeliling danau.Membersihakan sampah, membersihkan sampan, dan juga melakukan penataan objek wisata lainnya yang perlu untuk kenyaman pengunjung yang datang di Danau Waibelen.
            Keuntungan yang diperoleh sehari dalam mengelolah “Pondok Ceruk” dan pemakaian jasa sampan berkisar antara Rp.50.000 sampai Rp.100.000. “ Keuntungan yang  kami peroleh dalam sehari berkisar antara Rp. 50.000 sampai Rp. 100.000. Hitungan ini diluar dari hari libur. Saat hari libur pengunjung biasa lebih banyak. Karena pengelolaan ini kami lakukan secara swadaya, sedikit keuntungan yang kami peroleh, menambah perekonomian keluarga dan sebagiannya untuk perawatan objek wisata, termasuk kedepannya, ada sumbangan untuk menambah pendapatan Desa Waibao,’kata Kons.


Dari dalam “Pondok Ceruk” kita dapat menyaksikan beragam jenis burung yang hinggap di permukaan air atau terbang hilir mudik menambah kenikmatan suasana keaslian Danau Waibelen. (Maksimus Masan Kian)

Selasa, 29 Agustus 2017

Mengenal “Rumah Pohon” Di Danau Waibelen


Danau Waibelen atau sering dikenal dengan Danau Asmara saat ini telah berubah wajah. Danau yang berlokasi di Riangpuho, Desa Waibao, Kecamatan Tanjung Bunga di tahun 2017 ini, melalui kreasi Anak Muda Riangpuho, telah menyiapkan beberapa fasilitas yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Salah satunya adalah ‘Rumah Pohon”

“Rumah Pohon” adalah rumah yang dibuat di atas pohon, dan dapat digunakan wisatawan untuk berfoto, selfi, dan atau menikmati secara utuh keindahan Danau Waibelen di atas ketinggian.
Terdapat dua “Rumah Pohon” dari sisi yang berbeda. Satu di bagian timur dan yang lain di bagian utara. “Rumah Pohon” di bagian timur dibuat sejak Bulan Februari 2017 oleh Jemmy Paun, Pengurus Agupena Flores Timur yang mengajar di SMPN Satu Atap Riangpuho, Orang Muda Desa Waibao. Pohon yang digunakan untuk membuat rumah ini adalah Pohon Asam. Pada bagian atas dibuatkan atap seperti rumah, dan disiapkan bale – bale. Untuk bisa sampai di atas, wisatwan menaiki tangga yang diikat pada pohon tersebut. Tingginya, kurang lebih 20 meter. 

Sejak dibangun, tempat ini ramai dikunjungi wisatawan. Awalnya tidak ada tarif menggunakan jasa “Rumah Pohon” namun saat ini untuk membiayai jasa penjaga dan perawatan, setiap wisatawan dikenakan biaya Rp.5.000. Di sekitar tempat ini, dimanfaatkan warga untuk menjual makanan ringan dan juga kerajinan – kerajinan desa setempat.

Terinspirasi dari ‘Rumah Pohon” yang dibangun pertama ini, Karolus Suban Koten bersama pemuda lain di Riangpuho Desa Waibao merancang “Rumah Pohon’ kedua yang lebih unik, lebih tinggi dan lebih menarik. Rumah pohon yang kedua ini dibangun persis di sisi kiri pintu masuk menuju ke danua Waibelen. Karolus, pemuda Riangpuho yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) ini mampu berpikir kreatif dan mendesain “Rumah Pohon” dengan tiga tingkat. “Rumah Pohon” ini dibangun di atas Pohon Reo yang sudah dipangkas beberapa dahan dan ranting kemudian disambungkan antara satu dahan dengan dahan yang lainnya menggunakan kayu dan papan. Dari permukaan tanah kita akan menaiki sebuah tangga untuk tiba di tingkat pertama. Dari tangga pertama, pengunjung dapat melalui tangga berikutnya untuk sampai di tingkat kedua dan selanjutnya ke tingkat ketiga. Di tingkat pertama, Danau Waibelen sudah nampak. Pemandangan semakin jelas saat pengunjung berada di tingkat kedua dan tingkat ketiga. Menurut Karolus penjaga tempat ini, yang paling ramai dijadikan tempat untuk foto dan selfi adalah tingkat ketiga. Di tingkat ketiga, pemadangan Danau Waibelen terlihat jelas tanpa ada halangan sedikitpun. Di tempat ini hampir setiap hari warga berkunjung. Bukan saja wisatawan lokal, wisatawan manca negara juga mulai ramai menggunaka jasa “Rumah Pohon” ini.

Karolus Suban Koten, ditemui di Danau Waibelen, Minggu (27/8/17) mengaku senang karena karya sederhana yang dibuat secara swadaya bersama orang muda Desa Waibao mendapat penerimaan yang bagus dari warga Flores Timur pada khususnya dan warga di luar Flores Timur pada umumnya. “Ini karya kami anak kampung yang tidak sekolah. Karya kami masih jauh dari sempurna. Semoga dengan tampilan sederhana ini, dari hari ke hari bermanfaat dan memberikan daya pikat dan daya hibur sendiri bagi siapa saja yang berkunjung ke tempat ini,’tutur Karolus.
(Karolus Suban Koten/ Penggagas Rumah Pohon di Danau Waibelen)

Karolus mengatakan, bagi wisatawan yang menggunakan jasa di “Rumah Pohon” Danau Waibelen, sangat murah meriah. “Menggunakan jasa di Danau Waibelen ini serba Rp.5.000. Jasa parkir Rp. 5.000/sepeda motor/ mobil, dan memanfaatkan rumah pohon dikenakan tarif Rp. 5.000. Namun kadang, kami tidak memaksa warga jika tidak membawa uang, cukup sumbangan sukarela. Setiap hari kami buka. Kadang sampai malam. Jumlah pengunjung yang paling banyak biasanya pada hari libur seperti hari libur keagamaan dan pada saat hari Minggu. Keuntungan yang kami peroleh tidak tetap namun yang pasti perhari berkisar antara Rp. 50.000- Rp. 100.000,’kata Karolus.
Karya anak – anak kampung secara swadaya patut mendapat apresiasi. Apalagi hasil karya mereka memberi manfaat dalam mempromosikan objek wisata di daerah. (Maksimus Masan Kian)




Senin, 28 Agustus 2017

Dibalik Nama Danau Asmara

Danau Asmara, merupakan penyebutan lain dari Danau Waibelen.  Terletak diantara Desa Waibao dan Desa Riangkeroko Kecamatan Tanjung Bunga Kabupaten Flores Timur.
Menurut legenda, Danau Waibelen (Wai : Air dan Belen: Besar/ luas) muncul atau terbentuk dari robohnya gunung dan membentuk kawah besar, yang terisi oleh air hujan. 

Menurut penuturan dari Bapak Kanisius Kraeng Maran, Antonius Tuan Nitit, dan Matias Raja Koten yang ditemui di Riangpuho, Desa Waibao menuturkan, Penyebutan Danau Waibelen menjadi Danau Asmara terjadi sekitar tahun 1974. Berkisah dari sepasang sejoli yang lagi dimabuk asmara nekat bunuh diri di ditengah Danau Waibelen. Sepasang sejoli ini, Pria bernama Lio kelen dan Perempuan bernama Nela Kelen (kelen kaja). Mereka masih memiliki hubungan keluarga, sehingga hubungan mereka  tidak direstui oleh kedua orang tuanya. Keduannya, berasal dari kampung yang sama yaitu tengadei di desa Waibao.
Danau Waibelen kala itu, menjadi satu- satunya sumber air bagi masyarakat Desa Waibao yangh terdiri dari kampung Keka, Tengadei, Riangpuho, dan Lebao. Setiap hari, mereka turun ke danau untuk mengambil air, memenuhi kebutuhannya sehari- hari, baik untuk minum, mandi ataupun mencuci. Seperti Pemuda dan Pemudi yang lain, Lio dan Nelapun sering ke Danau untuk melakukan aktivitas yang sama.

Dari hari ke hari perjalanan asmara sepasang sejoli ini tetap tidak direstui oleh kedua orang tua mereka.Mendapat penerimaan demikian, sepasang muda – mudi yang dimabuk asmara ini bersepakat membunuh diri di Danau Waibelen, tempat yang hampir setiap hari mereka kunjungi.

Kejadiaan bunuh diri yang dilakukan oleh Lio dan Nela terjadi dengan begitu cepat, karena pristiwa itu, tidak diketahui sama sekali oleh orang disekitarnya. Padahal, kala itu untuk tempat di sekitar danau, selalu ramai oleh warga dengan aktivitasnya. Menurut ceritra, diprediksi, keduanya menyusuri jalan  menurun ke danau pada jalan yang biasa mereka lewati bersama warga lain dari kampung Tengahdei, dan sebelum berjalan masuk dan menceburkan diri ke dalam Danau, mereka beristirahat dan duduk dipinggir Danau.Terbukti dengan ditemukan sepucuk surat dari mereka berdua dipinggir danau yang dijepit di selah pohon tidak jauh dari tempat mereka bunuh diri. Dalam surat mereka menulis singkat yang berbunyi“ Kalau Bapa Mama Mereka ingin mencari emas, maka carilah ke dalam danau” 

Lio dan Nela mati dengan cara berjalan ke dalam danau dan  menceburkan diri ke dalam pusaran danau, mereka ditemukan mati mengenaskan di pinggir danau setelah tiga hari. Dengan pergelangan  tangan keduannya terikat tali gebang. Lio terbaring kaku dengan muka kebawah menghadap ke tanah, sementara tubuh Nela menengadah ke atas.

Sejak pristiwa tragis itu, danau Waibelen seakan berubah nama menjadi Danau Asmara. Warga Desa Waibao, bahkan masyarakat Kabupaten Flores Timur lebih sering menyebut Danau Waibelen dengan Danau Asmara hingga hari ini. Saat ini, di danau Asmara pada sisi tempat tengelamnya sepasang sejoli ini, ditandai dengan tumbuhnya, sebatang pohon kelapa di pinggir danau ( Maksimus Masan Kian)