Selasa, 25 November 2025

Semarak HUT PGRI ke-80 dan HGN 2025 di Witihama: Guru dan Masyarakat Bersatu dalam Perayaan

 

Selasa pagi 25 November 2025,  menjadi saksi kebersamaan dan semangat para pendidik di Kecamatan Witihama. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Witihama menggelar Upacara Apel Bendera dalam rangka memperingati HUT PGRI ke-80 dan Hari Guru Nasional 2025. Bertempat di Desa Tobitika, Kecamatan Witihama, Kabupaten Flores Timur, kegiatan berlangsung meriah dan khidmat dengan kehadiran para tokoh pemerintahan, adat, serta masyarakat setempat.



Suasana penyambutan menjadi sorotan utama sebelum upacara dimulai. Rombongan Camat Witihama, Forkopimcam, Korwil Pendidikan, dan para guru disambut dengan ceremoni adat yang megah. Di pintu masuk Desa Tobitika, tarian Hedung tarian perang khas Adonara mengiringi kedatangan tamu kehormatan. Para penari membentuk koridor penghormatan, dan rombongan kemudian diarak menuju lapangan upacara sebagai simbol penyambutan penuh kehormatan bagi para pendidik.

Upacara dimulai pukul 09.00 Witeng dan berlangsung hingga 10.30, dipimpin secara tertib dan penuh kekhidmatan. Masyarakat yang hadir turut menyaksikan betapa peran guru dihargai dan diangkat melalui tradisi, budaya, dan semangat kebersamaan.



Dalam sambutannya, Camat Witihama, Ismail Daton, menegaskan bahwa peringatan tahun ini menjadi kesempatan untuk kembali mengenang jasa para guru yang telah mencerdaskan generasi muda. Ia menekankan pentingnya memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para pendidik yang terus bekerja tanpa mengenal waktu. Camat Ismail juga menyampaikan harapan agar guru-guru di Kecamatan Witihama, yang merupakan ASN terbanyak di wilayah tersebut, terus memperkuat soliditas, meningkatkan kualitas pembelajaran, serta menjaga dedikasi dalam menjalankan tugas. Ia juga mengapresiasi kolaborasi baik yang telah terjalin antara Pemerintah Kecamatan dan PGRI Cabang Witihama, serta meminta agar sinergi tersebut terus dipertahankan di masa mendatang.

Ketua PGRI Cabang Witihama, Albertus Inguliman, dalam sambutannya menyampaikan bahwa peringatan HUT PGRI dan Hari Guru Nasional bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum refleksi untuk meneguhkan kembali tanggung jawab moral dan profesional para pendidik. Ia menegaskan bahwa soliditas dan solidaritas di antara para guru harus terus dijaga, diperkuat, dan diwariskan sebagai kekuatan bersama. “Kiranya kebersamaan yang terjalin sampai hari ini tetap terawat melampaui batas waktu,” ujarnya mengakhiri sambutan.

Rangkaian peringatan di Cabang PGRI Witihama juga dimeriahkan dengan Misa Kudus di Gereja Paroki Witihama yang menjadi bentuk ungkapan syukur, serta kirab budaya yang diakhiri dengan pembakaran obor 80 tahun PGRI sebagai simbol cahaya perjuangan yang terus menyala.



Setelah upacara bendera berakhir, kegiatan dilanjutkan dengan ramah tamah bersama seluruh peserta. Para pensiunan guru yang hadir tampak berbahagia dapat kembali berkumpul bersama rekan sejawat dan generasi guru penerus. Masyarakat pun memberikan apresiasi melalui kehadiran mereka yang memenuhi area lapangan upacara.

Ketua PGRI Cabang Witihama menegaskan bahwa seluruh rangkaian kegiatan ini bukan hanya perayaan sejarah dan kebanggaan, tetapi juga bentuk nyata komitmen guru untuk terus hadir sebagai pendidik profesional, bermartabat, dan menginspirasi, sejalan dengan tema peringatan tahun ini.

Acara ditutup dengan dolo-dolo dan sesi foto bersama yang menjadi momen hangat, menegaskan bahwa kebersamaan adalah kekuatan terbesar komunitas pendidik di Witihama. (Penulis: Humas PGRI Cab. Flores Timur)


Hedung Menggema di Pagi Hari: Sambutan Kesatria untuk Para Guru PGRI Cabang Witihama

 


Pagi itu begitu cerah. Matahari merangkak pelan di balik perbukitan, sementara dari kejauhan, irama musik tradisional mulai memecah keheningan. Kaki para tamu yang melangkah di jalan berbatu seakan turut bergetar mengikuti dentuman Gong dan Gendang yang ditabuh ritmis. Suara itu bukan sekadar musik, ia adalah panggilan budaya, gema identitas, dan penanda bahwa hari itu Witihama tengah merayakan sesuatu yang istimewa.



Di pintu masuk menuju lapangan upacara, barisan para penari Hedung tarian perang khas Adonara telah berdiri gagah. Para penari pria mengenakan Nowi’n, kain tenun tradisional yang menyatu dengan karakter keras dan tegas orang Adonara. Di tangan mereka tergenggam Parang Adonara (Kenube), Tombak (Gala), dan Perisai (Dopi) dengan ukiran motif adat. Di kaki, gemerincing Bolo’n siap berdering mengikuti setiap hentakan.

Ketika rombongan guru mulai mendekat, dentuman gendang bergerak lebih cepat. Tarian Hedung pun dimulai. Bukan sekadar hiburan, ia tampil sebagai upacara penghormatan sebuah penyambutan adat yang biasanya diberikan kepada para pahlawan sepulang dari medan juang. Hari itu, para pahlawan itu adalah para guru.



Hentakan kaki para penari menghentak tanah berulang kali, membangkitkan bunyi Bolo’n yang bersahutan. Setiap hentakan seakan menyampaikan pesan keteguhan, bahwa tugas pendidikan adalah perjuangan tanpa henti, dan kedatangan para guru adalah sebuah kemenangan yang layak dirayakan. Para penari melangkah maju dengan gerakan menyerang, mengayunkan parang ke udara, menusukkan tombak ke depan, lalu membentangkan perisai sebagai pelindung diri sebuah simbolisasi keberanian, ketegasan, dan komitmen pada marwah pendidikan.



Formasi Hedung kemudian membelah diri, menciptakan dua barisan lurus. Di tengahnya, satu koridor kehormatan terbentuk. Para guru melangkah masuk, satu per satu, menyusuri jalur tersebut. Parang dan Tombak diangkat tinggi, diarahkan ke langit sebagai bentuk penghormatan, diiringi sorakan pendek penuh semangat. Sebuah natoni yang singkat namun sarat makna, menyiratkan pengakuan tertinggi bagi siapa pun yang melewatinya.

Diiringi lantunan musik yang semakin kuat, beberapa guru tampak menahan haru. Ada yang tersenyum bangga, ada yang menunduk pelan, meresapi penghormatan adat yang jarang mereka terima. Hari itu, mereka bukan hanya tamu upacara. Mereka adalah kesatria bangsa para penjaga masa depan yang mendidik dalam senyap, tetapi dihargai dengan lantang.



Ketika barisan guru mencapai batas lapangan, tarian Hedung mencapai puncaknya. Semua penari mengacungkan senjata ke langit seraya meneriakkan pekikan terakhir yang menggema di ruang udara Witihama. Sebuah penutup megah yang mengantar para guru memasuki upacara peringatan Hari Ulang Tahun PGRI ke-80 sekaligus Hari Guru Nasional ke-31 tingkat PGRI Cabang Witihama.

Hari itu, budaya, pendidikan, dan penghormatan bertemu dalam satu ruang. Dan Witihama memastikan, para guru tidak hanya diingat mereka dirayakan. (Sumber: Zona Flores Timur Junior).


Pak Didi Lein Bawa Angin Segar dengan Rencana Pelatihan Deep Learning

 

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Demon Pagong yang selama beberapa tahun terakhir nyaris tak terdengar gaungnya, kini mulai bangkit dengan energi baru. Kebangkitan ini mulai tampak sejak terpilihnya Bapak Didimus K. Lein, S.Pd., atau yang akrab disapa Pak Didi, sebagai ketua baru. Sosok yang juga menjabat sebagai Kepala SMAN 1 Demon Pagong ini menghadirkan dinamika berbeda sekaligus membuka jalan bagi transformasi positif di lingkungan pendidikan Kecamatan Demon Pagong.

Sejak awal kepemimpinannya, Pak Didi langsung bergerak cepat bersama para pengurus. Dalam hitungan minggu, mereka merumuskan arah strategis organisasi dan menyusun program-program nyata yang berorientasi pada peningkatan kualitas guru. Tidak hanya sekadar menghidupkan organisasi, tetapi benar-benar memposisikan PGRI Cabang Demon Pagong sebagai pusat gerakan perubahan.

Salah satu program unggulan yang menjadi gebrakan awal kepemimpinan baru ini adalah Pelatihan Deep Learning untuk Guru SD, yang akan digelar pada 26–27 November 2025 di SMK Ancop Berasrama Likotuden. Pemilihan tema Deep Learning bukan tanpa alasan. Program ini dirancang untuk membantu guru menghadapi tuntutan Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran bermakna bukan hafalan, melainkan pemahaman, refleksi, dan pengembangan kemampuan berpikir kritis serta kreatif siswa.



Inisiatif ini menandai keseriusan PGRI Cabang Demon Pagong dalam memberdayakan guru SD sebagai ujung tombak pembelajaran dasar. Dengan kompetensi yang lebih kuat, para guru diharapkan mampu menciptakan suasana belajar yang lebih hidup, menantang, dan relevan dengan kebutuhan murid di era saat ini.

Kebangkitan organisasi ini disambut hangat oleh para guru di wilayah Demon Pagong. Dari organisasi yang sebelumnya dianggap redup, PGRI kini hadir kembali dengan wajah baru, lebih aktif, optimis, dan progresif. Semangat baru ini seakan menjadi tonggak penting bagi perjalanan PGRI Cabang Demon Pagong ke depan.

“Kami memiliki banyak rencana besar, dan pelatihan Deep Learning ini hanyalah langkah awal,” ujar Pak Didi penuh optimisme. “PGRI Cabang Demon Pagong harus menjadi ruang kolaborasi dan pengembangan diri yang nyata bagi para guru. Kami ingin hadir sebagai organisasi yang benar-benar memberi manfaat bagi dunia pendidikan di kecamatan ini.”

Melalui langkah-langkah cepat dan terukur ini, PGRI Cabang Demon Pagong diprediksi akan menjadi pusat inovasi pendidikan di Flores Timur. Harapan baru pun muncul: Demon Pagong dapat menjadi salah satu kecamatan dengan kualitas guru paling siap menghadapi tantangan pendidikan masa depan. Dengan kepemimpinan penuh visi, organisasi ini kini kembali berdiri tegak, membawa angin segar bagi seluruh pendidik di wilayah tersebut. (Penulis: Novi Andriani_Pengurus PGRI Kab. Flores Timur)


Senin, 24 November 2025

Semangat 80 Tahun PGRI di Demon Pagong: Sebuah Perayaan yang Menghangatkan Hati

 

Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Kecamatan Demon Pagong tahun ini terasa begitu istimewa. Di halaman SMAN 1 Demon Pagong, ratusan guru dari berbagai jenjang pendidikan berkumpul dalam suasana penuh haru dan kebanggaan. Mereka datang bukan hanya untuk mengikuti apel peringatan, tetapi untuk merayakan perjalanan panjang Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang telah memasuki usia ke-80, usia emas yang menjadi simbol keteguhan dan pengabdian tanpa batas.

Kemeriahan perayaan sudah terasa sejak langkah pertama para tamu kehormatan memasuki area acara. Tarian Penjemputan yang anggun, dibawakan oleh siswi-siswi SMAN 1 Demon Pagong, mengiringi kedatangan para tokoh penting: Plt. Camat Demon Pagong Fransiskco Advento Fernandez, ST; Ketua PGRI Cabang Didimus Kuda Lein, S.Pd; Kepala Puskesmas Andreas Sadipun, A.Md.Kep; Kapospol Demon Pagong Antonius T. Kabelen; serta seluruh kepala sekolah dari TK hingga SMA/SMK di wilayah tersebut. Penyambutan adat ini menghadirkan nuansa kebudayaan yang kuat, menyatukan pendidikan dan tradisi dalam satu bingkai yang indah.



Ketika upacara dimulai, suasana berubah menjadi lebih khidmat. Plt. Camat Fransiskco Advento Fernandez, ST, yang bertindak sebagai Inspektur Upacara, menyampaikan pidato reflektif yang menyentuh banyak hati. Ia menekankan bahwa usia 80 tahun bukan hanya angka, tetapi perjalanan panjang penuh perjuangan yang telah meneguhkan posisi PGRI sebagai organisasi pemersatu para pendidik di Indonesia. Ia menggambarkan bagaimana guru sejak masa awal kemerdekaan telah berada di garis depan, bukan dengan senjata, tetapi dengan kapur tulis, pena, dan kini teknologi, untuk memerangi kebodohan dan membangun peradaban bangsa.

Dalam nada syukur dan kerendahan hati, Camat Fernandez tidak hanya berbicara sebagai pejabat pemerintah. Ia berbicara sebagai seorang anak bangsa yang merasakan langsung sentuhan para guru dalam hidupnya. Dengan suara tegas namun sarat emosi, ia menegaskan bahwa tidak ada jabatan atau profesi mulia di kecamatan tersebut baik Camat, Dokter, Polisi, Perawat, Bidan, maupun Pengusaha, yang tidak lahir dari kerja keras dan dedikasi seorang guru. Ucapan itu membuat hadirin tersenyum bangga, seolah diingatkan kembali pada betapa besar pengaruh mereka bagi masa depan banyak orang.

Menutup amanatnya, Plt. Camat menyampaikan pesan sederhana namun sangat mendalam: agar para guru tidak pernah lelah menjadi pelita bagi anak-anak Demon Pagong. Guru bukan hanya penyalur ilmu, tetapi pembentuk karakter. Oleh karena itu, ia mengajak para pendidik untuk terus membimbing generasi muda agar tidak hanya cerdas dalam pikirannya, tetapi juga mulia dalam perangainya.



Perayaan HUT PGRI ke-80 di Demon Pagong pun menjadi lebih dari sekadar seremoni tahunan. Ia menjadi momen kebangkitan semangat, pengikat solidaritas, dan pengingat akan tugas mulia yang terus diemban para guru. Di tengah perkembangan zaman dan tantangan pendidikan yang semakin kompleks, para pendidik di Demon Pagong kembali diteguhkan bahwa mereka adalah pilar utama peradaban. Dan dari Demon Pagong, semangat itu terus menyala menyinari masa depan pendidikan Flores Timur dan Indonesia. (Penulis, Novi Andriani-Pengurus PGRI Kab. Flores Timur)