Minggu, 05 Maret 2017

Surat dari Nagi (Kado Untuk Rekan Guru Agupena Flotim)

Selamat Pagi Nagi...
Izinkan kutulis surat ini ditemani secangkir teh manis dan sepiring jagung titi ditaburi kacang rasanya gurih sekali. Masih di tanah nagi, kusapa mentari bersama kicauan burung nuri di depan kamar hotel. Tiga hari memang waktu yang sangat singkat untuk bisa mendeskripsikan secara utuh tentang apa yang kulihat dan kurasakan selama berada di kota kecil ini. Cukup satu kata berharga untuk momen seminar literasi bersama sahabat guru sekabupaten Flotim. 

Kota Reinha, Kota Sejarah... Kota mungil di ujung timur pulau Flores. Namanya tidak asing lagi bagi wisatawan rohani baik domestik maupun wisatawan mancanegara. Sejarah Katolik tercatat di sini. Setiap Jumad Agung didatangi ribuan umat peziarah untuk menginjak kaki dan menyatukan ujud di kotamu. Aku pun pernah jadi salah satu umat peziarah itu, tapi dulu yah dulu sekali saat aku baru dipinang cinta, mencari jati diri sebagai seorang perempuan sejati.

Reinha... Reinha... Reinha...
Nama kotamu begitu kudus, aku pun ingin dikuduskan dalam setiap doa di hati. Terima kasih padamu, yang telah menyambutku dengan iklim yang bersahabat. Terima kasih padamu, telah mendombrak budaya partriarkat yang selalu menempatkan perempuan di belakang laki-laki, yang memandang perempuan sebagai makhluk kedua. Semua pemikiran itu perlahan terkikis oleh sikap-sikap cerdas para pemilik kota ini. Kehadiranku hanya seorang perempuan di tengah pembicara laki-laki dan duduk semeja sudah cukup membuktikan bahwa tidak ada diskriminasi publik figur perempuan.

Reinha... Reinha... Reinha...
Terima kasih padamu, telah menghadirkan guru-guru hebat dan rendah hati ada hasrat ingin belajar dengan kemauan sendiri tanpa ultimatum sang pimpinan. Kutemukan telaga kehidupan pada mata-mata tulus mereka. Sikap bersahaja dan dedikasi mengajarkan saya bahwa betapa kuatnya peran guru bagi masa depan anak bangsa. Santi Sima bukanlah siapa-siapa dan tidak menjadi seperti sekarang jika berhenti belajar mengabaikan jasa para guruku. Merekalah yang sesungguhnya melahirkan bibit-bibit intelektual generasi emas. Tapi mengapa nasib mereka sering dikebiri? Gaji telat, honor minim membuat mereka hidup gali lubang tutup lubang oleh utang yang melilit kebutuhan hidup
Untukmu Guru-Guru Hebat Indonesia...

Di pundak kalian mimpi anak negeri terukir menaruh harapan besar. Sekolah tanpa buku adalah sia-sia. Jadikan buku sahabat harian kita. Jangan patahkan pena, jika kau ingin melukis sejarah. Jangan berhenti menulis karena kita makhluk penulis. Salam Literasi, Salam Edukasi
---SANTI SIMA GAMA---

Larantuka, 5 Maret 2017



Tidak ada komentar:

Posting Komentar