(Penjemputan Pater Jessing, ditandai dengan Pengalungan Sarung Adat Adonara)
Sudah puluhan
tahun ia meninggalkan Witihama. Sudah Sekian lama, ia tidak lagi bersama dengan
umat di Witihama. Jika demikian, pada umumnya orang sudah mulai saling melupakan.
Tidak lagi akrab saat mulai berpindah ke sebuah komunitas baru, atau sebuah
tempat baru. Tapi ini berbeda. Kisah kebersamaan, kekeluaragaan antara Umat
Witihama dan Pater Jessing sepertinya tak penah pudar. Kisah suka dan duka
masih terus melekat dalam sanubari. Umat Witihama tidak bisa melupakan Pater Jessing,
sebaliknya dan Pater Jessing tidak melupakan Umat Witihama.
Delapan Belas (18) tahun
bersama umat di Witihama, Pater Jessing tidak hanya memainkan peran sebagai
seorang imam semata, tetapi juga sebagai pelayan dan pemimpin bagi Warga
Witihama. Bahkan beberapa Warga Witihama, menjulukinya sebagai Imam Pembagunan.
Julukan ini bukan tidak beralasan. Jika ingin disebutkan, jasa Pater Jessing
dalam pembangunan di Witihama luar biasa. Jasa pembangunan itu di antaranya; Merenovasi
Gereja Paroki Witihama, Membangun jaringan air minum, masuk ke Desa-desa
Wai Bele, di Loga Desa Lewopulo, untuk wilayah Witihama kompleks dalam, Wai Lawe, di Desa Puhu – Tapobali, untuk Desa Watololong, Lamaleka, Balaweling, Sandosi, Tobitika, Riangduli, Tuwagoetobi, Wai Doko, di Desa Koli Lanan untuk Wilayah Witihama kompleks dalam. (karena jaringan air minum melewati beberapa desa di Kecamatan Kelubagolit maka beberapa titik air untuk Desa Lamabunga dan Adobala), Membangun jembatan mini di Desa Waiwurig, (sekarang sudah tidak berfungsi) untuk berlabuhnya kapal yang mengangkut material, Litrik Desa, yang digunakan oleh beberapa desa dalam kompleks Witihama, Membangun kapela-kapela di stasi-stasi se- Paroki Witihama, Membangun sekolah-sekolah mulai dari TK, SD dan SMA, Membangun fasilitas kesehatan Pulitoben Witihama.
Antusia Ribuan
Masyarakat Witihama Menjemput Pater Jessing, Seperti Yesus diarak Masuk ke
Yerusalem
Luar Biasa!
Itulah kata yang terlontar melihat ribuan masyarakat Witihama memadati jalan
sepanjang Desa Lamabelawa – Nama Tukan – Gereja Paroki Witihama. Selasa
(10/7/18) menjadi hari bersejarah.Kerinduan umat/masyarakat Witihama bertemu
dengan Pater Ludger Jessing terobati.
Sehari
sebelumnya, Pater Jessing menyempatkan diri berbagi kisah dan memori dalam
nuansa kekeluargaan bersama Anak Lewotana Witihama yang berdomisili di
Larantuka. Selasa pagi, Pater Jessing menuju ke Adonara melalui penyeberangan
Larantuka – Tobilota. Pater Jessing, singgah dan beristirahat sebentar di
Dekenat Adonara, selanjutnya pada pkl. 15.00 wita menuju ke Witihama.
Pkl. 13.00,
ratusan masyarakat Witihama sudah memadati halaman Gereja Paroki Witihama.
Mereka secara spontanitas menjemput Pater Jessing di Witihama. Warga membanjiri
setiap ruas jalan utama dalam, yang akan dilalui Pater Jessing.Bukan hanya Umat
Katolik, umat Islam turut mengambil bagian secara penuh dari momentum
kebersamaan Lewotana ini.
Ratusan
kendaraan baik roda dua, roda empat berarak ke Waiwerang menjemput Pater. Orang tua, Anak muda,
berjejel di jalan seolah tidak mampu lagi menahan kerinduan untuk bisa melihat
wajah Pater Jessing.
Saat
rombongan dari Waiwerang riba tiba di depan SDK Lamabelawa, Pater Jessing di
jemput dengan tarian Hedung dari Persatuan Pemuda Lamabelawa (PPBL) Desa
Lamabelawa. Mereka mengiringi kendaraan Pater Jessing dengan tarian hedung di depan
SDK Lamabelawa hingga Balai Desa Lamabelawa, tempat acara penjemputan
dilaksanakan.
Sungguh,
tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, menyaksikan ribuan masyarakat
menyoraki Pater Jessing, saat beliau turun dari mobil.
Banyak yang berteriak histeris, ada yang menangis haru bercampur bahagia, ada yang menyoraki dengan tepukan tangan, ada yang berebutan berjabatan tangan dengan Pater Jessing, sampai-sampai, aparat keamanan kesulitan untuk membebaskan jalan bagi Pater Jessing.
Banyak yang berteriak histeris, ada yang menangis haru bercampur bahagia, ada yang menyoraki dengan tepukan tangan, ada yang berebutan berjabatan tangan dengan Pater Jessing, sampai-sampai, aparat keamanan kesulitan untuk membebaskan jalan bagi Pater Jessing.
Di depan
Balai Desa Lamabelawa, Pater Jessing diterima dengan upacara adat, oleh
masyarakat Witihama, Camat Witihama, Pastor Paroki Witihama, KUA Witihama,
tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, para Imam dan Suster asal Paroki
Witihama, Suster-suster CB Melati Pulitoben, dan ribuan masyarakat Witihama.
Setelah
upacara adat, Pater Jessing berarak
bersama seluruh masyarakat penjemput menuju ke Gereja Paroki Witihama, dengan
diiringi tarian hedung dari sanggar Oe Sason Desa Pledo.
Sebelum ke
Gereja, Pater Jessing disapa dan dijemput oleh Ama Boro Goran Tokan (Tokoh
Adat/Masyarakat Witihama) masuk ke rumah Atu Lolon, Pater juga di sapa dengan
sapaan adat dan behin baun, wua warak, sebagai symbol budi adat masyarakat
Witihama.
Rombongan kemudia berarak menuju
ke Gereja. Seluruh umat tumpah ruah di Gereja. Baik yang Katolik maupun Islam,
mereka mengantar Pater Jessing sampai di Gereja dan mengikuti ibadat
pemberkatan oleh Pater Jessing.
Dalam
sapaannya, Pater Jessing mengatakan bahwa dia merasa sangat terharu menyaksikan
antusiasme masyarakat Witihama yang begitu banyak menjemputnya. Bahkan umat
Muslim pun turut hadir dalam penjemputan dan ibadat ini.
“Sungguh Ini merupakan pengalaman pertama sepanjang perjalanan hidupnya selama 83 tahun hidupnya dan selama 50 tahun Imamatnya” katanya.
Ia mengibaratkan bahwa pengalaman sore hari ini seolah seperti Yesus yang diarak memasuki Kota Yerusalem.
“Sungguh Ini merupakan pengalaman pertama sepanjang perjalanan hidupnya selama 83 tahun hidupnya dan selama 50 tahun Imamatnya” katanya.
Ia mengibaratkan bahwa pengalaman sore hari ini seolah seperti Yesus yang diarak memasuki Kota Yerusalem.
Diakhir
sapaanya Pater Jesing mengharapkan semoga, kebersamaan dan kekeluargaan yang
terjalin antara umat Katolik dan umat Islam ini tetap terjaga dan terawat,
sampai akhir jaman.
Ibadat,
ditutup dengan berkat dari Pater Jessing. Setelah itu dilanjutkan dengan minum
bersama di Emperan Gereja.
Sungguh indah
melihat dan menyaksikan situasi hari ini. Dan sungguh terharu menyaksikan
ribuan masyarakat witihama, yang tidak memandang perbedaan keyakinan, tapi
merasa bahwa Ama Jessing adalah bagian dari Witihama.
Kebersamaan dan kerukunan di Witihama
tercipta hingga saat ini sebab, Sebelum mengenal agama, mereka telah terekat
dalam ikatan satu budaya. Budaya Lamaholot. Maka tidak heran panorama toleransi
beragama (Islam & Katolik ) seperti ini. Katolik dan islam bersatupadu,
bersama sama, walau itu di dalam gereja sekalipun. Ini terjadi di Tanah,
Witihama, Pulau Adonara, Flores Timur, NTT.(Maksimus
Masan kian & Eman Ola Masan Lamabelawa)
Sumber Foto : Malez Lamahoda dan Eman Ola Masan Lamabelawa
Sumber Foto : Malez Lamahoda dan Eman Ola Masan Lamabelawa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar