Jumat, 01 Juni 2018

Fanfare St.Caecilia Pentaskan Teater Tonu Wujo

Taman Kota Felix Fernandez Larantuka, pada Jumat Malam (1/6/18), dipadati oleh Warga Flores Timur menyaksikan secara langsung Pentas Teater “Tonu Wujo” yang dibawahkan oleh Lembaga Seni Budaya Musik Fanfare St.Caecilia dengan Sutradara, Pengamat sekaligus Kritikus Seni Indonesia, Silvester Petara Hurit.

“Tuno Wujo” sebagai figur mitologi yang ada dibalik seluruh aktivitas ladang masyarakat Lamaholot, Flores Timur dipentaskan oleh Komunitas Fanfare St. Caecilia memberi kisah krisis ketiadaan bahan makanan, keputusan dan pengorbanan “Tonu Wujo” bagi kelangsungan hidup saudara – saudaranya termasuk pengembaraannya memberikan diri dalam wujud padi, jagung shorgum dan aneka bahan bahan pangan. 

Hadir pada malam itu, Yang Mulia Bapa Uskup Larantuka, Fransiskus Kopong Kung, Wakil Bupati Flores Timur, Agustinus Payong Boli, Ketua DPRD Flores Timur, Yoseph Sani Bethan, Pimpinan OPD, Ketua Komunitas Fanfare, Ketua Yapersuktim Romo Thomas Labina, Romo Deken dan sekitar 500 warga yang menyaksikan pertunjukan. 

F.X Semakur, Ketua Panitia Pentas Teater dalam laporannya menyampaikan, alasan mengapa Teater “Tonu Wujo” di garap dan dipentaskan?. Bagi Semakur dan teman temannya di Komunitas Fanfare, sejauh pegamatan mereka, rasa cinta warga akan kebudayaan sendiri sepertinya pudar akibat derasnya perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi. Olehnya, dengan pentas “Tonu Wujo”, setidaknya dapat  menghimpun potongan – potongan budaya Lamaholot yang tercecer. “Pentas malam ini diharapan menjadi sebuah ajang refleksi bersama bahwa kekayaan budaya kita orang Lamaholot luar biasa. Dalam kebiasaan berladang, sejak zaman dahulu leluhur kita telah mewariskan, ada yang namanya Pepang. Artinya setelah panen, kita memilah bagian yang disiapkan untuk benih dan bagian yang disiapkan untuk kebutuhan sehari hari. Khusus untuk benih, sepanjang tahun dijaga dan dirawat dengan sebaik baiknnya sampai musim tanam tiba. Hingga kemudian, benih itu ditanam. Ini warisan leluhur yang sangat bermakna untuk kehidupan kita sehari- hari,”kata Semakur.

Wakil Bupati Flores Timur, pada kesempatan itu menyampaikan apresiasi kepada Segenap Komunitas Fanfare St. Caesilia yang memberi warna dalam dunia seni di Flores Timur. “Seni bagi saya adalah suatu keindahan. Dan suatu keindahan memberi kedamaian. Malam ini, Komunitas Fanfare telah menciptakan keindahan dan kedamaian. Dua hal ini sangat mendukung dalam upaya mempererat rasa kekeluargaan, persaudaraan dan rasa toleransi antar umat beragama. Pentas teater yang mengangkat budaya lokal Flores Timur akan membentuk karakter seseorang atau bahkan satu generasi, juga menciptakan sebuah peradaban yang baik. Sebagai pemerintah, kita siap memberi dukungan yang lebih kongkrit dalam menciptakan iklim seni yang terus berkembang maju di daerah.

Teater yang berdurasi kurang lebih 60 menit itu mampu menghipnotis penonton pada sebuah kesadaran akan makna pengorbanan seorang perempuan, seorang ibu untuk kehidupan. Tentang sebuah kehidupan yang berkelanjutan maka ada yang harus dikorbankan. Gambaran figur seorang “Tonu Wujo” Sebuah pentas yang membaurkan fakta dan mitologi; bergerak antara aktivitas ladang, sukacita panen, kisah suci Tonu Wujo dengan menggali kekuatan nyanyian rakyat sebagai daya rekat sekaligus kekuatan utama pertunjukan. Sebuah karya hebat dan menjadi tontonan yang luar biasa dalam kanca pertunjukan seni di daerah.

Dibalik suksesnya Pertunjukan Teater “Tonu Wujo” ada seorang yang luar biasa, Silvester Petara Hurit, Pengamat sekaligus Kritikus Seni Indonesia, yang selalu punya kreasi dan warna baru dalam mempersembahkan pentas seni di Flores Timur.Pendiri Komunitas Seni, Nara Teater ini, sepertinya tak pernah letih untuk mengabdi di jalan seni. Karyanya mengharumkan nama daerah Flores Timur dan kreasi ciptaannya menyadarkan Anak Lamaholot akan ciri khasnya.

Geliat seni di Flores Timur tercipta melalui ajang ajang seni yang rutin diadahkan. Tentang potensi, kekayaan budaya Lamaholot, kita tidak tertandingi. Hanya butuh komitmen dan konsistensi untuk menghidupkan dan melestarikan dan memetik maknanya melalui kreasi kreasi seni yang sangat rajin dilakukan Silvester Hurit bersama kawan kawannya.

Komunitas Fanfare St. Caesilia kembali akan menggelar Pertunjukan Seni Teater “Tonu Wujo” di Paroki Naikoten Kota Kupang pada tanggal 9 Juni 2018.Untuk dukungan keberangkatan mereka, puncak acara diisi dengan pelelangan lagu. Acara ini dipandu langsung oleh Wakil Bupati Flores Timur, Agustinus Payong Boli. Hasil lelang dua lagu tersebut berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 50.000.000.(Kbf)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar