Kamis, 29 Juni 2017

Honihama; Kampung Toleransi Beragama ( Di Desa Tuwagoetobi Kecamatan Witihama Pulau Adonara – Flotim)

Tentang toleransi umat beragama (Islam dan Katolik) di Kampung Honihama Desa Tuwagoetobi Kecamatan Witihama Pulau Adonara Flores Timur (Flotim) sudah final. Tidak ada lagi perdebatan, cekcok atau tafsir sana tafsir sini tentang agama mana yang paling baik, agama mana yang paling suci dan umat agama mana yang masuk surga. Perbedaan itu sudah tidak dikenal sejak ajaran agama Islam dan Katolik masuk di Honihama. Demikian benang merah yang mencuat dalam acara bersama umat Islam dan Katolik meriarayakan Idul Fitri  1438 Hijriah di Halaman Balai Dusun Lewolein, Desa Tuwagoetobi, Senin (25/6/17).

            Begitu kuat dan mengakarnya toleransi beragama di Honihama, karena toleransi beragama adalah warisan leluhur di kampung ini. “Agama katolik  dan Islam di Honihama sejak tahun 1938, dibawah masuk dan diajarkan oleh dua orang bersaudara, Ama Kia Beda dan Ama Oron Tewa. Ama Kia Beda membawa dan mengajarkan ajaran Agama Katolik, sementara Ama Oron Tewa membawa dan mengajarkan ajaran Agama Islam. Mereka berdua melakukan itu secara bersama – sama. Cerita ini memberi gambaran kepada semua kita dari generasi ke generasi, di kampung ini bahwa tentang toleransi umat bergama (Islam dan katolik) sudah final dan tidak ada lagi perdebatan tentang ajaran mana yang paling benar dan ajaran mana yang kurang benar,’ demikian tegas Petrus Bala Ola, Tokoh Masyarakat Honihama dalam mengisi acara kilas balik masuknya agama Islam dan Katolik di Honihama.


Rasyid Payong, Imam Mesjid Al-mutaqim Honihama pada kesempatan itu mengatakan, apa gunanya hidup kalau tidak bersama. “Kebersamaan  adalah modal penting dalam mewujudkan pembangunan di masyarakat. Semua pihak baik pemerintah, tokoh adat dan tokoh agama harus terus memupuk kebersamaan untuk satu tujuan mulia membangun honihama yang lebih baik. Tentang ajaran agama Islam maupun Katolik tidak perlu lagi diperdebatkan atau dibanding-bandingkan. Di Honihama saya mau katakan, sudah final. “Kaka ama rae atur gaturo kae, tite murine lali gere ake gelawa, tugas tite jaga rawat sampe nuan tutu” (Tentang ajaran agama, sudah diatur dan diletahkan dengan baik oleh leluhur kita, tugas kita sebagai generasi penerus adalah terus menjaga dan merawat hingga keabadiaan)
Ujud kebersamaan Islam dan Katolik di Honihama terlihat nyata disetiap hari raya besar keagamaan dua agama ini dan berlangsung sudah sekian lama. Saat Pesta Paskah bagi umat Katolik, umat Islam menyambangi rumah – rumah umat katolik dan memberi salam, acara bersama kemudian dilanjutkan di tengah kampung yang melibatkan semua warga di kampung itu. Sebaliknya pada saat Idul Fitri bagi umat Islam, umat Katolik menyambangi rumah – rumah umat islam dan memberikan salam, selanjutnya diadakan acara bersama di tengah kampung. 

Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewan stasi st. Yudokus Honihama, Klemens Kopong  menegaskan, selain toleransi sebagai kekuatan sekaligus menjadi kekayaan di kampung ini,  adat istiadat harus juga dijunjung tinggi. “Kekayaan dan kekuatan di kampung ini selain toleransi antar umat beragama, juga tentang kearifan kita. Adat istiadat kita. Kita jangan tercabut dari akar budaya sendiri. Di mana bumi dipijak jangan lupa adat dan budaya kita,’kata Klemens.
Acara idul fitri  1448 Hijriah, Senin (25/6/17) diisi dengan musik kasidah, pelafalan kuntum Al-quran, dan lagu-lagu rohani. Terlibat dalam acara ini,  Pemerintah Desa Tuwagoetobi, tokoh adat, tokoh agama, tokoh muda, dan sedikitnya 1.800 umat dua agama di desa ini. Selain warga Honihama, hadir juga beberapa warga dari luar Desa Tuwagoetobi, salah satunya Asisten Ombdsman RI Perwakilan NTT, Kanisius Ola Mangu. (Maksi Masan & Stanis Lamapaha)



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar