Tentang
toleransi umat beragama (Islam dan Katolik) di Kampung Honihama Desa
Tuwagoetobi Kecamatan Witihama Pulau Adonara Flores Timur (Flotim) sudah final.
Tidak ada lagi perdebatan, cekcok atau tafsir sana tafsir sini tentang agama
mana yang paling baik, agama mana yang paling suci dan umat agama mana yang
masuk surga. Perbedaan itu sudah tidak dikenal sejak ajaran agama Islam dan
Katolik masuk di Honihama. Demikian benang merah yang mencuat dalam acara
bersama umat Islam dan Katolik meriarayakan Idul Fitri 1438 Hijriah di Halaman Balai Dusun Lewolein,
Desa Tuwagoetobi, Senin (25/6/17).
Begitu kuat dan mengakarnya
toleransi beragama di Honihama, karena toleransi beragama adalah warisan
leluhur di kampung ini. “Agama katolik dan
Islam di Honihama sejak tahun 1938, dibawah masuk dan diajarkan oleh dua orang
bersaudara, Ama Kia Beda dan Ama Oron Tewa. Ama Kia Beda membawa dan
mengajarkan ajaran Agama Katolik, sementara Ama Oron Tewa membawa dan
mengajarkan ajaran Agama Islam. Mereka berdua melakukan itu secara bersama –
sama. Cerita ini memberi gambaran kepada semua kita dari generasi ke generasi,
di kampung ini bahwa tentang toleransi umat bergama (Islam dan katolik) sudah
final dan tidak ada lagi perdebatan tentang ajaran mana yang paling benar dan ajaran
mana yang kurang benar,’ demikian tegas Petrus Bala Ola, Tokoh Masyarakat
Honihama dalam mengisi acara kilas balik masuknya agama Islam dan Katolik di
Honihama.
Rasyid Payong, Imam Mesjid
Al-mutaqim Honihama pada kesempatan itu mengatakan, apa gunanya hidup kalau
tidak bersama. “Kebersamaan adalah modal
penting dalam mewujudkan pembangunan di masyarakat. Semua pihak baik
pemerintah, tokoh adat dan tokoh agama harus terus memupuk kebersamaan untuk
satu tujuan mulia membangun honihama yang lebih baik. Tentang ajaran agama
Islam maupun Katolik tidak perlu lagi diperdebatkan atau dibanding-bandingkan. Di
Honihama saya mau katakan, sudah final. “Kaka
ama rae atur gaturo kae, tite murine lali gere ake gelawa, tugas tite jaga
rawat sampe nuan tutu” (Tentang ajaran agama, sudah diatur dan diletahkan
dengan baik oleh leluhur kita, tugas kita sebagai generasi penerus adalah terus
menjaga dan merawat hingga keabadiaan)
Ujud kebersamaan Islam dan Katolik
di Honihama terlihat nyata disetiap hari raya besar keagamaan dua agama ini dan
berlangsung sudah sekian lama. Saat Pesta Paskah bagi umat Katolik, umat Islam
menyambangi rumah – rumah umat katolik dan memberi salam, acara bersama
kemudian dilanjutkan di tengah kampung yang melibatkan semua warga di kampung
itu. Sebaliknya pada saat Idul Fitri bagi umat Islam, umat Katolik menyambangi
rumah – rumah umat islam dan memberikan salam, selanjutnya diadakan acara
bersama di tengah kampung.
Pada kesempatan yang sama, Ketua
Dewan stasi st. Yudokus Honihama, Klemens Kopong menegaskan, selain toleransi sebagai kekuatan
sekaligus menjadi kekayaan di kampung ini, adat istiadat harus juga dijunjung tinggi.
“Kekayaan dan kekuatan di kampung ini selain toleransi antar umat beragama,
juga tentang kearifan kita. Adat istiadat kita. Kita jangan tercabut dari akar
budaya sendiri. Di mana bumi dipijak jangan lupa adat dan budaya kita,’kata
Klemens.
Acara idul fitri 1448 Hijriah, Senin
(25/6/17) diisi dengan musik kasidah, pelafalan kuntum Al-quran, dan lagu-lagu rohani.
Terlibat
dalam acara ini, Pemerintah Desa
Tuwagoetobi, tokoh adat, tokoh agama, tokoh muda, dan sedikitnya 1.800 umat dua
agama di desa ini. Selain warga Honihama, hadir juga beberapa warga dari luar Desa
Tuwagoetobi, salah satunya Asisten Ombdsman RI Perwakilan NTT, Kanisius Ola
Mangu. (Maksi Masan & Stanis
Lamapaha)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar