Namanya
Robertus Lamapaha. Lahir 17 September 1994. Ayahnya Yosep Taka Lelan, Ibu
Yasinta Kolon Ina. Ia adalah siswa Drop
out Sekolah Dasar (SD) kelas 6 menjelang ujian akhir. Sejak kecil sudah ditinggal
pergi oleh kedua orang tuanya. Bapanya merantau saat ia dibangku kelas satu SD.
Mamanya, kawin lagi sejak ia berusia 9 tahun. Peristiwa ini menjadi pengalaman
pahit. Mengapa demikian, karena terjadinya bertubi-tubi. Namun pristiwa ini tak
menyurutkan semangatnya untuk berjuang melanjutkan hidup. Bersama kedua adiknya,
mereka diasuh oleh nenek (Ibu dari Bapak Yoseph Taka). Robert sapaan Robertus
Lamapaha, setelah menjadi siswa drop out,
Ia memilih menjadi pembantu kuli bangunan di kampung.
Robert
hanyalah seorang anak kecil, tanpa pengalaman. Ia hanya bisa mencampur semen.
Namun pekerjaan ini Ia jalani dengan tabah. Dari sekedar berperan sebagai
tukang campur semen, Robert kemudian beralih menjadi tukang pembuat batako. Berkat
belajar terus dan dipercaya oleh bosnya, Hanus Kurman, ia diberi kesempatan
berlatih membuat lemari. Lemari pertama yang dibuat, sempat salah pasang
kerangka. Dari kesalahan ini dia mulai belajar. Dia mulai tekun berlatih. Gambar
denah, belah kayu, skap, pahat, sponing, profil, pasang tripleks, pasang
rangka, impra, sampai cat dipelajarinya. Alhasil, 7 lemari pesanan bosnya dapat
dibuatnya sendiri. Ini semakin menambah kepercayaan bosnya.
Usia
masih belasan tahun sudah dilaluinya dengan kerja. Baginya sehari tidak bekerja
badan terasa sakit. Kesendiriannya dari kecil membuatnya cepat mencari
pasangan. Di usia 21 tahun dia memilih pasangan hidupnya. Elfionita Sodi Ola dipersunting
jadi isterinya dan dikukuhkan dalam nikah suci pada tanggal 1 Juni 2017. Hidup
berkeluarga tentunya beban kebutuhan hidup makin banyak.
Awal
Januari 2016 bersama sang isteri mencari rejeki di tanah Papua. Kota Kaimana
jadi pilihan. Di sana dia bekerja sebagai penjaga toko. Meski pekerjaan pokok
melayani pembeli di toko sembako, dia tidak melepas keterampilan tukang yang
sudah digelutinya dari kampung. Majikannya sering memintanya untuk membuat lemari atau
memperbaiki bagian rumah yang rusak. Kepercayaan ini, Ia kerjakan dengan
tanggung jawab. Terakhir Robert mendapat proyek membuat sebuah gudang. Upah
dari proyek ini digunakan membeli peralatan bengkel kayu. Skap listrik,
spooning, hammer, alat bor, dan peralatan tukang lain langsung dibelinya.
Semuanya dipesan langsung dari Surabaya via majikannya yang juga kebetulan memesan barang toko.
Peralatan
tukang ini memang menjadi impian Robert saat merantau. Setelah peralatannya
tiba, Ia mengundurkan diri dari pekerjaannya menjaga toko. Ia lalu memilih
pulang ke kampung halamnnya di Honihama, setelah kurang lebih setahun di tanah Papua. Di kampung dia mulai membuka bengkel kayu di
samping rumah. Melayani pembuatan lemari, meja, tempat tidur, pintu, dan
jendela. Harga per unit berkisar 500.000 sampai 1.500.000. Menurutnya pesanan pembuatan
lemari paling banyak. Sebulan sekitar 10 lemari.
Sebuah Meja dapat diselesaikan dalam sehari. Begitu pula tempat tidur, pintu dan jendela bisa diselesaikan secepatnya jika bahannya sudah ada.
Sebuah Meja dapat diselesaikan dalam sehari. Begitu pula tempat tidur, pintu dan jendela bisa diselesaikan secepatnya jika bahannya sudah ada.
Dari
kerja kerasnya ini sebulan Ia bisa mendapatkan uang sekitar 3 juta rupiah. Bisa
membiayai kebutuhan hidup keluarga dan lebih mulia lagi bisa mengasuh neneknya
yang sudah berusia 90-an tahun. Sosok pemuda satu ini jadi panutan orang muda
lainnya di Pulau Adonara secara umum dan Honiham Desa Tuwagoetobi secara
khususnya. Ada pergeseran cerdas pilihan merantau. Merantau tidak berlama- lama
hingga puluhan tahun, tahun tapi hanya setahun dan punya target. Target pulang
kampung dan menjadi wira usahawan di kampung sendiri. Perantau harus lebih banyak
lagi yang mengikuti jejaknya. (Stanislaus
Lamapaha – anggota Agupena Flotim, Wilayah Kecamatan Witihama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar