Senin, 07 Agustus 2017

Drop Out SD Kelas 6, Kini Punya Usaha Mebel


Namanya Robertus Lamapaha. Lahir 17 September 1994. Ayahnya Yosep Taka Lelan, Ibu Yasinta Kolon Ina. Ia adalah siswa Drop out Sekolah Dasar (SD) kelas 6 menjelang ujian akhir. Sejak kecil sudah ditinggal pergi oleh kedua orang tuanya. Bapanya merantau saat ia dibangku kelas satu SD. Mamanya, kawin lagi sejak ia berusia 9 tahun. Peristiwa ini menjadi pengalaman pahit. Mengapa demikian, karena terjadinya bertubi-tubi. Namun pristiwa ini tak menyurutkan semangatnya untuk berjuang melanjutkan hidup. Bersama kedua adiknya, mereka diasuh oleh nenek (Ibu dari Bapak Yoseph Taka). Robert sapaan Robertus Lamapaha, setelah menjadi siswa drop out, Ia memilih menjadi pembantu kuli bangunan di kampung.
Robert hanyalah seorang anak kecil, tanpa pengalaman. Ia hanya bisa mencampur semen. Namun pekerjaan ini Ia jalani dengan tabah. Dari sekedar berperan sebagai tukang campur semen, Robert kemudian beralih menjadi tukang pembuat batako. Berkat belajar terus dan dipercaya oleh bosnya, Hanus Kurman, ia diberi kesempatan berlatih membuat lemari. Lemari pertama yang dibuat, sempat salah pasang kerangka. Dari kesalahan ini dia mulai belajar. Dia mulai tekun berlatih. Gambar denah, belah kayu, skap, pahat, sponing, profil, pasang tripleks, pasang rangka, impra, sampai cat dipelajarinya. Alhasil, 7 lemari pesanan bosnya dapat dibuatnya sendiri. Ini semakin menambah kepercayaan bosnya. 

Usia masih belasan tahun sudah dilaluinya dengan kerja. Baginya sehari tidak bekerja badan terasa sakit. Kesendiriannya dari kecil membuatnya cepat mencari pasangan. Di usia 21 tahun dia memilih pasangan hidupnya. Elfionita Sodi Ola dipersunting jadi isterinya dan dikukuhkan dalam nikah suci pada tanggal 1 Juni 2017. Hidup berkeluarga tentunya beban kebutuhan hidup makin banyak.
Awal Januari 2016 bersama sang isteri mencari rejeki di tanah Papua. Kota Kaimana jadi pilihan. Di sana dia bekerja sebagai penjaga toko. Meski pekerjaan pokok melayani pembeli di toko sembako, dia tidak melepas keterampilan tukang yang sudah digelutinya dari kampung. Majikannya  sering memintanya untuk membuat lemari atau memperbaiki bagian rumah yang rusak. Kepercayaan ini, Ia kerjakan dengan tanggung jawab. Terakhir Robert mendapat proyek membuat sebuah gudang. Upah dari proyek ini digunakan membeli peralatan bengkel kayu. Skap listrik, spooning, hammer, alat bor, dan peralatan tukang lain langsung dibelinya. Semuanya dipesan langsung dari Surabaya via majikannya yang juga  kebetulan memesan barang toko.
Peralatan tukang ini memang menjadi impian Robert saat merantau. Setelah peralatannya tiba, Ia mengundurkan diri dari pekerjaannya menjaga toko. Ia lalu memilih pulang ke kampung halamnnya di Honihama, setelah kurang lebih setahun di tanah Papua.  Di kampung dia mulai membuka bengkel kayu di samping rumah. Melayani pembuatan lemari, meja, tempat tidur, pintu, dan jendela. Harga per unit berkisar 500.000 sampai 1.500.000. Menurutnya pesanan pembuatan lemari paling banyak. Sebulan sekitar 10 lemari.
Sebuah Meja dapat diselesaikan dalam sehari. Begitu pula tempat tidur, pintu dan jendela bisa diselesaikan secepatnya jika bahannya sudah ada.

Dari kerja kerasnya ini sebulan Ia bisa mendapatkan uang sekitar 3 juta rupiah. Bisa membiayai kebutuhan hidup keluarga dan lebih mulia lagi bisa mengasuh neneknya yang sudah berusia 90-an tahun. Sosok pemuda satu ini jadi panutan orang muda lainnya di Pulau Adonara secara umum dan Honiham Desa Tuwagoetobi secara khususnya. Ada pergeseran cerdas pilihan merantau. Merantau tidak berlama- lama hingga puluhan tahun, tahun tapi hanya setahun dan punya target. Target pulang kampung dan menjadi wira usahawan di kampung sendiri. Perantau harus lebih banyak lagi yang mengikuti jejaknya. (Stanislaus Lamapaha – anggota Agupena Flotim, Wilayah Kecamatan Witihama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar