Kembar bola matanya mengawan
seolah sedang mengarak balik secarik kisah yang sedang dilakoninya. Kedua
tangannya yang mungil menggenggam senure (sepotong
kayu yang dibaluti benang). Bibir tipisnya mendendangkan senandung bahasa
daerah dengan terbata-bata. Lidah polosnya mengucurkan syair demi syair. Rintik
bening mengaliri pipinya yang tampak kusam. Penampilan siswa kelas V SDN Lebao
Tanjung, Adik Jety Aran yang didampingi Anis Kelen dalam sajian lagu Tina Le
mampu memasung para narasumber dan peserta diskusi Gerakan Literasi Sekolah
(GSL) dalam genang tenang di aula SDI Riangpuho, Kecamatan Tanjung Bunga.
Pemilik nama lengkap
Maria Wunga Aran ini adalah anak keempat dari empat bersaudara. Ibunya bernama Maria
Wunga Kelan dan Ayahnya Agustinus Geli Aran. Sang Ibu yang telah menyediakan
rahim bagi Jeti tak sempat menyaksikan gelagat lucu sang buah hati. Saat tubuh
Jeti mulai tumbuh mekar di pelataran masa depan yang maha luas, kuasa maut
meregut Sang Ibu kembali ke taman Firdaus. Saat wangi kasih Ibu dipetik sang
Khalik, Jeti hanya bisa menagih ampas-ampas kasih sayang seorang Ibu yang
tertinggal pada sosok Sang Ayah. Menafkahi dan mendampingi empat anak dengan
peran ganda sebagai Ayah dan Ibu memang tidak lah mudah di tengah belitan
kesulitan ekonomi yang semakin ketat.
Segenap persoalan hidup
terus membuntuti langkah Sang ayah saat tak ada kuntum senyum Sang Istri yang
menunggu di taman rumah. Keempat anaknya mulai menumbuh besar. Sang Ayah,
Agustinus memacu semangat demi merintis sebuah tapak juang baru. Agustinus
akhirnya memilih meninggalkan keempat anaknya di kampung halaman dan melotre
nasib di perantauan dengan dalih memenuhi kebutuhan pendidikan bagi
anak-anaknya.
Kini, Jeti bersama tiga
saudaranya merampungkan hari bersama saudari besar dari Mama. Kehampaan kasih
dan sayang dari kedua orang tua rupanya tak lantas melantakkan semangat Jeti untuk
bersekolah. Perasaan minder yang pernah menyinggahi pikiran dan hati Jeti nan
masih gersang mampu digemburkan dengan percikan semangat dari para guru. Aneka
citarasa hidup dicicipi Jeti dengan resep percaya diri dari para guru. Jati
sangat jujur menjalani keseharian sepolos mimiknya saat membawakan lagu Tina Le.
Lagu yang mengisahkan perjuangan seorang anak yatim ini dilantunkan Jeti dengan
santun. Kejujuran Jeti mampu menggelitik bilik hati para peserta dan narasumber
diskusi. Gerakan Literasi bukan soal membaca buku saja. Kita perlu mendepankan
hati untuk membaca segenap persoalan khususnya anak-anak lalu memberi diri memupuk
bunga masa depan yang sedang tumbuh pada taman masa depan anak-anak kita,
komentar pengacara dengan suara tertatih-tatih disahuti tepukan tangan usai
Jeti mengakhiri lagu Tina Le.(Amber
Kabelen- Pengurus Agupena Flotim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar