Asosiasi Guru Penulis Indonesia
(Agupena) Cabang Kabupaten Flores Timur terus bergerak dan mengajak pihak –
pihak terkait untuk mendukung gerakan literasi yang saat ini sedang tumbuh di
Kabupaten Flores Timur. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menjalin kerja
sama dengan Kepala Sekolah dan guru di tingkat kecamatan untuk menggelar
kegiatan yang berkaitan dengan dukungan terhadap gerakan literasi.
Hal ini seperti dilakukan Agupena Flotim bersama Gugus
II Waibelen Kecamatan Tanjung, Senin (18/9/17) dalam menyelenggarakan diskusi tentang
Gerakan Literasi Sekolah (GSL) yang mengusung tema, “Mengakarkan Gerakan
Literasi dari Pelosok”. Diskusi ini menjadi suguhan pembuka pada hari pertama yang
dirangkaikan dengan Kegiatan Pelatihan Penilai Kinerga Guru (PKG) dan Penulisan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Diskusi
ini dihadiri oleh 71 guru se Gugus Waibelen, Sekretaris Camat Tanjung Bunga dan
Kepala Desa Waibao, Petrus Guna Kelen. Narasumber pada diskusi tersebut diantaranya,
Alexander Take Ofong, S.Fil (Wakil Ketua DPRD NTT/ Penggiat Literasi), Dr Lanny
Isyabella Koroh, M.Hum (Akademisi/ Penggiat Literasi) dan Maksimus Masan Kian,
S,Pd (Ketua Agupena Flotim)
Alexander Take Ofong, Wakil Ketua DPRD Provinsi NTT
yang juga giat berbicara dan bersama melakukan aksi literasi dengan para pegiat
literasi lain di NTT ini mengatakan bahwa literasi adalah kemampuan untuk
memahami persoalan secara mendalam, menyeluruh, kritis dan obyektif. Fondasi
dari gerakan literasi adalan membaca dan menulis. Kegiatan membaca dan menulis
yang dibiasakan terus menerus akan menjadikan membaca dan menulis sebagai karakter
seseorang yang tentu sangat membantu, memperbaiki cara berpikir dan bertindak
seseorang. Bahasa adalah modal penting yang harus dikuasai, urai Alex.
Dr. Lanny Isyabella Koroh, M. Hum dengan gaya
khasnya memantik semangat peserta dengan menghampiri mereka lebih dekat. Seseorang
yang suka membaca akan “gatal untuk terus membaca. Para guru hendaknya harus
memiliki semangat membaca dan mengatur waktu membaca dengan baik. Ibu dan Bapa
guru sebaiknya mengatur waktu malam untuk membaca buku kurang lebih 15menit. Setelah membaca, jangan lalai menulis. Setiap
kita semestinya memiliki diary sebagai arsip curahan hati atas masalah yang
diumpai di kelas. Setiap ide yang didapat sebaiknya diabadikan dalam sebuah
coretan. karena di saat ide dibairkan liar, dia akan menjauh dan sulit datang
kembali, kisah Lanny.
Pemateri terakhir, Maksimus Masan Kian, S.Pd membagi
inspirasi menceritakan aksi nyata literasi yang telah dan sedang digalakkan
bersama Agupena Cabang Flotim. Banyak aksi literasi yang telah kami lakukan. Salah
satunya membagi buku. Kita tak mengelak bahwa anak-anak jaman kini yang tumbuh da
berkembang di bawah rumah teknologi lebih dekat dengan telepon selular dan
televisi. Buku menjadi barang yang asing terutama buku nonpelajaran bagi
mereka. Aksi yang sedang Agupena dan para pegiat literasi lakukan tak
lantas mendapat dukungan. Ini tantangan gerakan literasi yang kita
hadapi bersama. Menggemburkan semangat membaca membutuhkan nyali yang tak mudah
menyerah. Diskusi kita hari ini mudah-mudahan menjadi salah satu daya pikat bagi
guru-guru muda di Tanjung Bunga untuk bergabung dengan Agupena. Dengan senang
hati kita belajar bersama, menyicil aksi bersama melalui organisasi milik para
guru Flotim, Agupena Cabang Flotim untuk generasi Flores Timur tantang Maksi.
Pada sesi dialog, Fransiskus Ribu Koten, Kepala SDI
Riangkeroko meminta Agupena untuk boleh berkunjung ke sekolah dan menggerakkan
Gerakan Literasi Sekolah di sana. Sebuah desa yang belum dijamah jaringan
internet. Keterbatasan kami tak lalu mengendorkan semangat kami untuk melakukan
Gerakan Literasi Sekolah. Kami yakin, keterbatasan akan menjadi cambuk memantik
kreatifitas di sekolah. Kami guru kampung namun tak mau dikatakan kampungan, ucap Frans. (Amber Kabelen – Pengurus Agupena Flotim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar